⛸️ Asbabun Nuzul Al Maidah Ayat 3
AsbabunNuzul ayat ini adalah: "Bahwa Ibnu Shuriya berkata kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: "Petunjuk itu tiada lain kecuali apa yang kami anut, maka ikutilah kami hai Muhammad, agar kamu mendapat petunjuk.". Kaum Nasrani pun berkata seperti itu juga. Maka Allah Ta'ala menurunkan ayat ini untuk menegaskan bahwa agama
Bacaayat Al-Quran, Tafsir, dan Konten Islami Bahasa Indonesia ayat 195 73 Al+ahzab+ayat+71 74 Asbabul+Nuzul+at Taubah ayat 109 75 Dunia akan rusak 76 Ayat tentang niat 77 Luqman 78 Ibadah 79 Al maidah ayat 8 80 Qur'an+Surat+almaidah+ayat+148 81 adam 82 waktu 83 Surat turunnya kitab zabur 84 Talak 85 tauhid 86 surat al-alaq ayat 1-5 87
Yaituberbagi sebuah hadits yang memiliki keterkaitan dengan ayat-ayat al Quran (Qur'an/al Qur'an), baik sebagai penjelasan, implementasi kandungan makna sebuah ayat, maupun sebagai Asbabun Nuzul sebuat ayat al Quran. Sebelumnya, kami telah berbagi hadits Bukhari nomor 4045 yang matannya berkaitan dengan Quran Surat al Hajj [22] ayat 33.
. حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيْرِ وَمَآ اُهِلَّ لِغَيْرِ اللّٰهِ بِهٖ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوْذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيْحَةُ وَمَآ اَكَلَ السَّبُعُ اِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْۗ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَاَنْ تَسْتَقْسِمُوْا بِالْاَزْلَامِۗ ذٰلِكُمْ فِسْقٌۗ اَلْيَوْمَ يَىِٕسَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ دِيْنِكُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِۗ اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الْاِسْلَامَ دِيْنًاۗ فَمَنِ اضْطُرَّ فِيْ مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّاِثْمٍۙ فَاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ الماۤئدة ٣Pada ayat yang lalu telah dijelaskan beberapa perbuatan yang diharamkan. Ayat ini menguraikan lebih terperinci makanan-makanan yang diharamkan. Ada sepuluh jenis makanan yang diharamkan, semuanya berasal dari hewan. Diharamkan bagimu memakan bangkai, darah yang keluar dari tubuh, sebagaimana tersebut dalam Surah alAn'a m/6 145, daging babi, dan daging hewan yang disembelih bukan atas nama Allah, demikian pula diharamkan daging hewan yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih. Hewan yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas adalah halal hukumnya kalau sempat disembelih sebelum mati. Dan diharamkan pula hewan yang disembelih untuk berhala. Dan diharamkan pula mengundi nasib dengan anak panah. Orang Arab Jahiliah menggunakan anak panah untuk menentukan apakah mereka akan melakukan suatu perbuatan atau tidak. Mereka mengambil tiga buah anak panah yang belum memakai bulu, masing-masing anak panah itu ditulis dengan kata-kata "lakukan"," jangan lakukan", dan anak panah yang ketiga tidak ditulis apa-apa. Semua anak panah itu diletakkan dalam sebuah tempat dan disimpan dalam Kakbah. Bila mereka hendak melakukan suatu perbuatan, maka mereka meminta agar juru kunci Kakbah mengambil salah satu dari tiga anak panah itu. Mereka melakukan perbuatan atau tidak melakukan perbuatan sesuai dengan bunyi kalimat yang tertulis dalam anak panah yang diambilnya. Kalau yang terambil anak panah yang tidak ada tulisannya, maka undian diulangi sekali lagi. Janganlah melakukan yang demikian itu karena itu suatu perbuatan fasik. Pada hari ini, yaitu pada waktu Haji Wada', haji terakhir yang dilakukan oleh Nabi Muhammad, orang-orang kafir telah putus asa untuk mengalahkan agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa, dibolehkan memakan makanan yang diharamkan oleh ayat ini karena lapar, bukan karena ingin berbuat dosa, maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.Diharamkan bagimu bangkai yakni memakannya darah yang mengalir seperti pada binatang ternak daging babi, hewan yang disembelih karena selain Allah misalnya disembelih atas nama lain-Nya yang tercekik yang mati karena tercekik yang dipukul yang dibunuh dengan jalan memukulnya yang jatuh dari atas ke bawah lalu mati yang ditanduk yang mati karena tandukan lainnya yang diterkam oleh binatang buas kecuali yang sempat kamu sembelih maksudnya yang kamu dapati masih bernyawa dari macam-macam yang disebutkan itu lalu kamu sembelih dan yang disembelih atas nama berhala jamak dari nishab; artinya patung dan mengundi nasib artinya menentukan bagian dan keputusan dengan anak panah azlaam jamak dari zalam atau zulam; artinya anak panah yang belum diberi bulu dan ujungnya tidak bermata. Anak panah itu ada tujuh buah disimpan oleh pengurus Kakbah dan padanya terdapat tanda-tanda. Maka tanda-tanda itulah yang mereka ambil sebagai pedoman, jika disuruh mereka lakukan dan jika dilarang mereka hentikan. Demikian itu adalah kefasikan artinya menyimpang dari ketaatan. Ayat ini turun pada hari Arafah masa haji wadak, yaitu haji terakhir yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus-asa terhadap agamamu untuk mengembalikan kamu menjadi murtad setelah mereka melihat kamu telah kuat maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah pada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu yakni hukum-hukum halal maupun haram yang tidak diturunkan lagi setelahnya hukum-hukum dan kewajiban-kewajibannya dan telah Kucukupkan padamu nikmat karunia-Ku yakni dengan menyempurnakannya dan ada pula yang mengatakan dengan memasuki kota Mekah dalam keadaan aman dan telah Kuridai artinya telah Kupilih Islam itu sebagai agama kalian. Maka siapa terpaksa karena kelaparan untuk memakan sesuatu yang haram lalu dimakannya tanpa cenderung atau sengaja berbuat dosa atau maksiat maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun terhadapnya atas perbuatan memakannya itu lagi Maha Pengasih kepadanya dalam memperbolehkannya. Berbeda halnya dengan orang yang cenderung atau sengaja berbuat dosa, misalnya penyamun atau pemberontak, maka tidak halal baginya memakan Swt. memberitahukan kepada hamba-hamba-Nya melalui kalimat berita ini yang di dalamnya terkandung larangan memakan bangkai-bangkai yang diharamkan. Yaitu hewan yang mati dengan sendirinya tanpa melalui proses penyembelihan, juga tanpa melalui proses pemburuan. Hal ini tidak sekali-kali diharamkan, melainkan karena padanya terkandung mudarat bahaya, mengingat darah pada hewan-hewan tersebut masih tersekap di dalam tubuhnya, hal ini berbahaya bagi agama dan tubuh. Untuk itulah maka Allah dikecualikan dari bangkai tersebut yaitu ikan, karena ikan tetap halal, baik mati karena disembelih ataupun karena penyebab lainnya. Hal ini berdasarkan kepada apa yang telah diriwayatkan oleh Imam Malik di dalam kitab Muwatta '-nya, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad di dalam kitab musnad masing-masing, Imam Abu Daud, Imam Turmuzi, Imam Nasa’i, dan Imam Ibnu Majah di dalam kitab sunnah mereka, Ibnu Khuzaimah, dan Ibnu Hibban di dalam kitab sahih masing-masing, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya mengenai air laut. Maka beliau Saw. menjawabLaut itu airnya suci dan menyucikan lagi halal yang sama dikatakan terhadap belalang yakni bangkainya, menurut hadis yang akan dikemukakan berikutnya. Firman Allah Swt....dan dimaksud dengan darah ialah darah yang dialirkan. Sama pengertiannya dengan ayat lain, yaitu firman-Nyaatau darah yang mengalir. Al An'am145Demikianlah menurut Ibnu Abbas dan Sa'id ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Kasir ibnu Syihab Al-Mizhaji, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Sa'id ibnu Sabiq, telah menceritakan kepada kami Amr yakni Ibnu Qais, dari Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa ia pernah ditanya mengenai limpa. Maka ia menjawab, "Makanlah limpa itu oleh kalian." Mereka berkata, 'Tetapi limpa itu adalah darah?" Maka Ibnu Abbas menjawab, "Sesungguhnya yang diharamkan atas kalian itu hanyalah darah yang mengalir."Abu Abdullah Muhammad ibnu Idris Asy-Syafii mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, dari ayahnya, dari Ibnu Umar secara marfu’ bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda Dihalalkan bagi kita dua jenis bangkai dan dua jenis darah. Adapun dua jenis bangkai yaitu ikan dan belalang, dan dua jenis darah yaitu hati dan ibnu Bilal —salah seorang yang dinilai Sabat kuat— telah meriwayatkannya dari Zaid ibnu Aslam, dari Ibnu Umar secara mauauf hanya sampai pada Ibnu Umar menurut sebagian dari mereka. Menurut Abu Zar'ah Ar-Razi, yang mengatakan mauquf lebih Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Hasan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdul Malik ibnu Abusy Syawarib, telah menceritakan kepada kami Basyir ibnu Syuraih, dari Abu Galib, dari Abu Umamah yaitu Sada ibnu Ajlan yang menceritakan, "Rasulullah Saw. pernah mengutusku kepada suatu kaum untuk menyeru mereka kepada Allah dan Rasul-Nya dan mengajarkan kepada mereka syariat Islam. Lalu aku datang kepada mereka. Ketika kami sedang bertugas, tiba-tiba mereka datang membawa sepanci darah yang telah dimasak manis, kemudian mereka mengerumuninya dan menyantapnya. Mereka berkata, 'Kemarilah hai Sada, makanlah bersama kami'." Sada berkata, "Celakalah kalian, sesungguhnya aku datang kepada kalian dari seseorang Nabi yang mengharamkan makanan ini atas kalian, maka terimalah larangan darinya ini." Mereka bertanya, "Apakah hal yang melarangnya?" Maka aku Sada membacakan kepada mereka ayat ini, yaitu firman-NyaDiharamkan bagi kalian memakan bangkai dan darah., hingga akhir ayat. Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih meriwayatkannya melalui hadis Ibnu Abusy Syawarib berikut sanadnya dengan lafaz yang semisal. Ia menambahkan sesudah konteks ini bahwa Sada melanjutkan kisahnya, "Maka aku bangkit mengajak mereka untuk masuk Islam, tetapi mereka membangkang terhadapku, lalu aku berkata, 'Celakalah kalian ini, berilah aku air minum, karena sesungguhnya aku sangat haus.' Saat itu aku memakai jubah 'abayah-ku. Mereka menjawab, 'Kami tidak mau memberimu air minum dan kami akan biarkan kamu hingga mati kehausan.' Maka aku menderita karena kehausan, lalu aku tutupkan kain 'abayah-ku ke kepalaku dan tidur di padang pasir di panas yang sangat terik. Dalam tidurku aku bermimpi kedatangan seseorang yang datang membawa sebuah wadah dari kaca yang sangat indah dan belum pernah dilihat oleh manusia. Di dalam wadah itu terdapat minuman yang manusia belum pernah merasakan minuman yang selezat itu. Lalu orang tersebut menyuguhkan minuman itu kepadaku dan aku langsung meminumnya. Setelah selesai minum, aku terbangun. Demi Allah, aku tidak merasa kehausan lagi dan tidak pernah telanjang tidak berpakaian lagi sesudah mereguk minuman tersebut."Imam Hakim meriwayatkannya di dalam kitab Mustadrak-nya, dari Ali ibnu Hammad, dari Abdullah ibnu Ahmad ibnu Hambal, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Salamah ibnu Ayyasy Al-Amiri, telah menceritakan kepada kami Sadaqah ibnu Haram, dari Abu Galib, dari Abu Umamah, lalu ia menuturkan hadis yang semisal. Menurut riwayat ini ditambahkan sesudah kalimat "sesudah mereguk minuman tersebut" hal berikut, yaitu "Maka aku Sada mendengar mereka mengatakan, 'Orang yang datang kepada kalian ini dari kalangan orang hartawan kalian. Mengapa kalian tidak menyuguhkan minuman susu dan air kepadanya?" Maka mereka menyuguhkan minuman air susu yang dicampur dengan air, dan aku katakan kepada mereka, 'Aku tidak memerlukannya lagi. Sesungguhnya Allah telah memberiku makan dan minum.’ lalu aku perlihatkan kepada mereka perutku, hingga semuanya percaya bahwa aku telah kenyang."Firman Allah Swt....dan daging baik yang jinak maupun yang liar. Pengertian lahm mencakup semua bagian tubuh babi, hingga lemaknya. Dalam hal ini tidak diperlukan pemahaman yang 'sok pintar' dari kalangan mazhab Zahiri dalam kestatisan mereka menanggapi ayat ini dan pandangan mereka yang keliru dalam memahami makna firman-Nya—karena sesungguhnya semua itu kotor—atau binatang. Al An'am145Dalam konteks firman-Nyakecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi —karena sesungguhnya semuanya itu kotor— Al An'am145Mereka merujukkan damir yang ada pada lafaz fainnahu kepada lafaz khinzir dengan maksud agar mencakup semua bagian tubuhnya. Padahal pemahaman ini jauh dari kebenaran menurut penilaian lugah bahasa, karena sesungguhnya damir itu tidak dapat dirujuk kecuali kepada mudaf, bukan pengertian lahiriah, kata daging’ mempunyai pengertian yang mencakup semua anggota tubuh dalam terminologi bahasa, juga menurut pengertian tradisi yang dalam kitab Sahih Muslim disebutkan dari Buraidah ibnul Khasib Al-Aslami yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabdaBarang siapa yang bermain nartsyir karambol, maka seakan-akan mencelupkan tangannya ke dalam daging dan darah kata lain, bilamana peringatan ini hanya sekadar menyentuh, maka dapat dibayangkan kerasnya ancaman dan larangan bila memakan dan menyantapnya. Di dalam hadis ini terkandung makna yang menunjukkan mencakup pengertian daging terhadap semua anggota tubuh, termasuk lemak dan dalam kitab Sahihain disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabdaSesungguhnya Allah mengharamkan jual beli khamr. bangkai, daging babi, dan berhala. Maka diajukan pertanyaan, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah menurutmu tentang lemak bangkai? Karena sesungguhnya lemak bangkai dipakai sebagai dempul untuk melapisi perahu dan dijadikan sebagai minyak untuk kulit serta dipakai sebagai minyak lampu penerangan oleh orang-orang," Rasulullah Saw. menjawab Jangan, itu tetap dalam kitab Sahih Bukhari melalui hadis Abu Sufyan disebutkan bahwa Abu Sufyan mengatakan kepada Heraklius, Raja Romawi, "Beliau Nabi Saw. melarang kami memakan bangkai dan darah." Firman Allah Swt....dan daging hewan yang disembelih atas nama selain hewan yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah, hewan tersebut menjadi haram. Karena Allah Swt mengharuskan bila makhluk-Nya disembelih agar disebut asma-Nya Yang karena itu, manakala hal ini disimpangkan diselewengkan dan disebutkan pada hewan tersebut nama selain Allah ketika hendak menyembelihnya, misalnya nama berhala atau tagut atau wasan atau makhluk lainnya, maka sembelihan itu hukumnya haram menurut kesepakatan ulama hanya berselisih pendapat mengenai tidak membaca tasmiyah Basmalah dengan sengaja atau lupa, seperti yang akan diterangkan nanti dalam tafsir surat Al-An' bahwa telah menceritakan kepada kami Harun ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Mas-'adah, dari Auf, dari Abu Raihanah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan Rasulullah Saw. melarang memakan daging dari pertandingan orang-orang Badui menyembelih ternak Imam Abu Daud mengatakan bahwa Muhammad ibnu Ja'far yaitu Gundar me-mauquf-kan hadis ini pada Ibnu Abbas. Hadis diriwayatkan oleh Imam Abu Daud secara Abu Daud mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Harun ibnu Zaid ibnu Abuz Zarqa, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Jarir ibnu Hazim, dari Az-Zubair ibnu Hurayyis yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ikrimah mengatakan Sesungguhnya Rasulullah Saw. melarang memakan makanan hasil pertandingan menyembelih yang dilakukan oleh orang-orang yang Abu Daud mengatakan bahwa kebanyakan orang yang meriwayatkannya selain Ibnu Jarir tidak menyebutkan pada sanadnya nama Ibnu Abbas. Hadis ini diriwayatkan secara munfarid pula. Firman Allah Swt....dan hewan yang hewan ternak yang mati tercekik, baik disengaja ataupun karena kecelakaan, misalnya tali pengikatnya mencekiknya karena ulahnya sendiri hingga ia mati, maka hewan ini haram lafaz mauquzah artinya hewan yang mati dipukuli dengan benda berat, tetapi tidak tajam. Menurut Ibnu Abbas dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang, mauauzah ialah hewan yang dipukuli dengan kayu hingga sekarat, lalu mengatakan, orang-orang Jahiliah biasa memukuli hewannya dengan tongkat sampai mati, lalu mereka dalam kitab sahih disebutkan bahwa Addi ibnu Hatim pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku membidik hewan buruan dengan lembing dan mengenainya." Rasulullah Saw. bersabdaApabila kamu melempar buruan dengan lembingmu, lalu menusuknya, maka makanlah. Jika yang mengenainya adalah bagian sampingnya, sesungguhnya hewan buruan itu mati terpukul, maka janganlah kamu hal ini dibedakan antara sasaran yang dikenai oleh anak panah dan tombak serta sejenisnya, yakni dengan bagian yang tajamnya, maka hukumnya halal. Sedangkan hewan yang dikenai oleh bagian sampingnya maka hewan itu dihukumi mati karena terpukul, sehingga tidak halal. Demikianlah yang disepakati di kalangan ulama fiqih."Aku bertanya, 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami akan bersua dengan musuh besok, sedangkan kami tidak mempunyai pisau. Bolehkah kami menyembelih dengan aasab welat bambu'?" Rasulullah Saw. menjawab Apa saja yang dapat mengalirkan darah dan disebutkan asma Allah ketika menyembelihnya, maka makanlah sembelihan itu oleh secara lengkapnya terdapat di dalam kitab ini sekalipun dinyatakan karena penyebab yang khusus, tetapi hal yang dianggap ialah keumuman lafaznya menurut jumhur ulama usul dan ulama fiqih. Perihalnya sama dengan suatu pertanyaan yang pernah diajukan kepada Nabi Saw. mengenai al-bit'u, yaitu minuman nabiz yang terbuat dari madu. Beliau Saw. menjawab melalui sabdanyaSemua jenis minuman yang memabukkan hukumnya adakah seorang ahli fiqih yang mengatakan bahwa lafaz ini hanya khusus berkaitan dengan minuman madu? Perihalnya sama saja ketika mereka bertanya kepada Nabi Saw. tentang suatu sembelihan. Beliau menjawab mereka dengan kata-kata yang mengandung makna umum yang membuat si penanya —juga yang lainnya— berpikir mencernanya, mengingat Nabi Saw. telah dianugerahi jawami'ul hal ini telah jelas, maka binatang buruan yang ditabrak oleh anjing pemburu atau yang ditindihinya dengan berat badannya hingga mati bukan termasuk hewan yang dialirkan darahnya. Karena itu, hewan buruan tersebut tidak halal. Demikianlah makna yang terkandung di dalam hadis dikatakan bahwa hadis yang dimaksud sama sekali bukan termasuk ke dalam bab ini, karena mereka menanyakan kepada Nabi Saw. tentang alat yang dipakai untuk menyembelih, dan mereka tidak menanyakan tentang sesuatu yang disembelih. Karena itulah dikecualikan dari alat tersebut gigi dan kuku. Hal ini diungkapkan melalui sabdanyaTidak boleh memakai gigi dan kuku, aku akan menceritakan kepada kalian mengenainya. Adapun gigi berasal dari tulang, dan kuku adalah pisau orang-orang mustasna menunjukkan jenis dari mustasha minhu. Jika tidak demikian, berarti tidak muttasil berkaitan. Dengan demikian, maka hal ini menunjukkan bahwa yang ditanyakan adalah alatnya, sehingga tidak ada dalil bagi apa yang Anda jawabannya dapat dikatakan bahwa di dalam alasan yang Anda kemukakan terkandung hal yang sulit Anda cerna, mengingat sabda Nabi Saw. mengatakanAlat apa saja yang dapat mengalirkan darah dan disebutkan asma Allah padanya, maka makanlah oleh kalian sembelihan hadis ini tidak disebutkan, "Maka sembelihlah hewan itu dengan alat tersebut." Dengan demikian, berarti dari hadis ini dapat disimpulkan dua hukum sekaligus, yaitu mengenai hukum alat yang dipakai untuk menyembelih dan hukum hewan yang disembelih, darahnya harus dialirkan dengan alat yang bukan berupa gigi, bukan pula kuku. Ini adalah suatu yang kedua menurut cara Al-Muzanni, yaitu masalah anak panah dijelaskan padanya, bahwa jika binatang buruan terkena bagian sampingnya kayunya, tidak boleh dimakan, jika tertembus oleh anak panahnya, boleh dimakan. Sedangkan dalam masalah anjing pemburu disebutkan secara mudak, karena itu masalahnya diinterpretasikan dengan rincian yang ada pada masalah anak panah, yaitu yang menembus sasarannya. Karena kedua masalah tersebut mempunyai persamaan pada subyeknya, yaitu binatang buruan, untuk itulah wajib dalam masalah ini disamakan dengan masalah anak panah, sekalipun penyebabnya berbeda. Perihalnya sama dengan wajib mengartikan mutlaknya merdeka dalam masalah zihar terhadap masalah keterikatan merdeka dengan sumpah dalam masalah pembunuhan. Bahkan dalam masalah yang sedang kita bahas ini lebih utama, hal ini akan dimengerti oleh orang yang memahami kaidah asal pokok mengenainya secara apa adanya. Kaidah ini tiada yang memperselisihkannya di antara para ulama yang bersangkutan secara menyeluruh. Sudah merupakan suatu keharusan bagi mereka menanggapi masalah ini. Seseorang boleh mengatakan bahwa hewan buruan ini dibunuh oleh anjing pemburu dengan berat badannya, maka hewan buruan ini tidak halal karena dikiaskan kepada masalah hewan buruan yang terbunuh oleh bagian samping anak panah yakni terpukul olehnya. Kesamaan yang ada dalam kedua masalah ialah masing-masing dari keduanya menggunakan alat berburu, sedangkan binatang buruan mati karena beratnya alat dalam masing-masing kasus. Hal ini tidak bertentangan dengan keumuman makna ayat mengenainya, karena kias didahulukan atas keumuman makna, seperti yang dianut oleh mazhab para imam yang empat dan jumhur ulama. Analisis ini dinilai baik lainnya mengatakan bahwa firman Allah Swt. yang mengatakanMaka makanlah dari apa yang ditangkapnya untuk kalian. Al Maidah4Mengandung makna yang umum mencakup hewan buruan yang mati karena luka atau lainnya. Tetapi hewan yang terbunuh dengan cara tersebut dan masih diperselisihkan kehalalannya, tidak terlepas adakalanya mati karena tertanduk atau cara lain yang sama hukumnya, atau tercekik, atau cara lain yang sama keadaan bagaimanapun wajib memprioritaskan ayat ini atas dalil-dalil lainnya, karena alasan-alasan berikutPertama, Pentasyri' menetapkan hukum ayat ini dalam kasus perburuan. yaitu ketika beliau mengatakan kepada Addi ibnu Hatim, Dan Jika hewan buruan itu terkena oleh bagian sampingnya, sesungguhnya hewan itu sama dengan mati karena terpukul. Maka janganlah kamu memakannya!"Kami belum pernah mengetahui ada seorang ulama yang memisahkan antara suatu hukum dengan hukum ayat ini, lalu ia mengatakan bahwa sesungguhnya hewan yang mati terpukul dapat dimakan bila merupakan hasil dari perburuan, sedangkan kalau yang tertanduk tidak dapat dimakan. Dengan demikian, berarti pendapat membolehkan hal yang diperselisihkan kehalalannya melanggar kesepakatan ijma', bukan sebagai orang yang mendukung ijma', dan hal ini dilarang menurut kebanyakan bahwa firman-Nya yang mengatakanMaka makanlah dari apa yang ditangkapnya untuk mengandung makna yang umum secara ijma', melainkan dikhususkan bagi hewan buruan yang dapat dimakan dagingnya. Dikecualikan dari keumuman makna lafaznya hewan yang tidak boleh dimakan, menurut kesepakatan ulama. Sedangkan pengertian umum yang telah dikenal harus lebih didahulukan daripada yang tidak di lain mengatakan bahwa binatang buruan seperti itu sama hukumnya dengan bangkai, karena darahnya tertahan, begitu pula cairan lainnya yang mengikutinya, maka hukumnya tidak halal karena dikiaskan kepada lainnya mengatakan bahwa ayat tahrim yang mengatakanDiharamkan bagi kalian bangkai., hingga akhir ayatbersifat muhkam, tidak ada nasakh, dan tidak ada takhsis yang memasukinya. Demikian juga selayaknya ayat tahlil bersifat muhkam pula. Yang dimaksud dengan ayat tahlil ialah firman Allah Swt.Mereka menanyakan kepadamu, "Apakah yang dihalalkan bagi mereka?" Katakanlah, "Dihalalkan bagi kalian yang baik-baik." Al Maidah4, hingga akhir selayaknya tidak boleh ada pertentangan di antara keduanya secara mendasar, dan datanglah peran sunnah yang menjelaskan hal buktinya ialah disebutkan dalam kisah berburu memakai anak panah hukum yang termasuk ke dalam makna ayat ini, yaitu bila hewan buruan tersebut tertembus oleh anak panah, maka hukumnya halal karena termasuk ke dalam pengertian tayyibat yang baik-baik. Sedangkan dalam waktu yang sama ada pula pada hadis ini pengertian yang termasuk ke dalam hukum ayat tahrim. Yaitu bilamana hewan buruan mati terkena bagian sampingnya, maka ia tidak boleh dimakan, karena sama saja dengan mati terpukul. Dengan demikian, masalahnya termasuk ke dalam salah satu dari rincian makna ayat pula sudah seharusnya disamakan hukum hewan buruan yang dilukai oleh anjing pemburu, maka hewan buruan tersebut termasuk ke dalam hukum ayat tahlil. Jika tidak dilukai, melainkan ditabrak —atau binatang buruan mati karena tertanduk— atau hal lainnya yang sama hukumnya, maka hewan buruan tersebut tidak ditanyakan, "Mengapa tidak ada rincian dalam hukum berburu memakai anjing pemburu? Tetapi menurut kalian, bila hewan buruan dilukai, hukumnya halal, dan bila tidak dilukai, hukumnya haram?"Sebagai jawabannya dapat dikatakan bahwa hal tersebut jarang, mengingat anjing pemburu selalu membunuh hewan buruannya dengan kuku atau dengan taring atau dengan keduanya. Sedangkan deraan cara menabrak hewan buruannya, hal ini jarang sekali terjadi. Jarang pula terjadi anjing pemburu membunuh hewan buruannya dengan menindihnya. Karena itu, tidak diperlukan adanya pengecualian hal seperti itu, mengingat kejadiannya sangat langka. Atau memang masalahnya sudah jelas hukumnya bagi orang yang mengetahui haramnya bangkai, hewan yang mati tercekik, hewan yang mati terpukul, hewan yang mati jatuh dari ketinggian, dan hewan yang mati karena tertanduk. Mengenai masalah berburu memakai anak panah tombak, adakalanya si pelempar pemburu melenceng bidikannya karena kurang pandai atau sengaja bermain-main atau karena lain-lainnya, bahkan kelirunya lebih banyak daripada mengenai buruannya. Karena itulah masing-masing hukumnya disebutkan secara itulah anjing pemburu itu adakalanya memakan sebagian binatang buruannya. Maka disebutkan hukumnya secara rinci, yaitu apabila anjing pemburu memakan sebagian dari binatang buruannya. Untuk itu Nabi Saw. bersabdaJika anjing itu memakannya, maka janganlah kamu makan, karena sesungguhnya aku merasa khawatir bila anjing itu menangkap buruan untuk dirinya sendiri bukan untuk tuan yang melepaskannya.Hadis ini sahih dan terdapat di dalam kitab Sahihain. Hukum yang disebutkan dalam hadis ini pun merupakan takhsis dari keumuman makna ayat tahlil menurut kebanyakan ulama. Mereka mengatakan, tidak halal hasil buruan yang anjing pemburunya memakannya. Demikian riwayat yang bersumber dari Abu Hurairah dan Ibnu Abbas. Hal yang sama dikatakan oleh Al-Hasan, Asy-Sya'bi, dan An-Nakha'i. Pendapat ini pulalah yang dipegang oleh Imam Abu Hanifah dan kedua temannya, juga Imam Ahmad ibnu Hambal dan Imam Syafii menurut pendapat yang terkenal Jarir meriwayatkan di dalam kitab tafsirnya, dari Ali, Sa'id, Salman, dan Abu Hurairah, Ibnu Umar serta Ibnu Abbas radhiyallahu anhum, bahwa binatang buruan boleh dimakan sekalipun anjing pemburunya memakan sebagian darinya. Hingga Sa'id, Salman, dan Abu Hurairah serta lain-lainnya mengatakan bahwa hewan buruan masih boleh dimakan sekalipun tiada yang tersisa kecuali hanya sepotong daging ini dipegang oleh Imam Malik, dan Imam Syafii dalam qaul qadim-nya mengatakan masalah ini. Tetapi dalam qaul jadid-nya. hanya mengisyaratkan kepada dua pendapat Demikian itu kata Imam Abu Nasr ibnu Sabbag dan lain-lainnya dari kalangan teman-temannya. Imam Abu Daud telah meriwayatkan dalam pendapatnya yang didasari dengan hadis yang bersanadkan jayyid lagi kuat dari Abu Sa'labah Al-Khusyani, dari Rasulullah Saw. Disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda mengenai anjing pemburuApabila kamu melepaskan anjing pemburumu dan kamu menyebutkan nama Allah, maka makanlah hasil buruannya, sekalipun anjingmu memakan sebagian darinya, dan makan pulalah apa yang kamu tarik dengan Nasai meriwayatkannya pula melalui hadis Amr ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa seorang Arab Badui yang dikenal dengan nama Abu Sa'labah bertanya.”Wahai Rasulullah," lalu ia menyebutkan hadis yang ibnu Jarir mengatakan di dalam kitab tafsirnya, telah menceritakan kepada kami Imran ibnu Bakkar Al-Kala'i, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Musa yaitu Al-Lahuni, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Dinar yakni At-Tahii. dari Abu Iyas yaitu Mu'awiyah ibnu Qurrah, dari Sa'id ibnul Musayyab, dari Salman Al-Farisi, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda Bilamana seorang lelaki melepaskan anjing pemburunya terhadap hewan buruan, lalu anjing dapat menangkapnya dan memakan sebagian dari hewan buruannya, maka hendaklah ia memakan sisanya. Kemudian Ibnu Jarir menganalisis hadis ini, bahwa hadis ini telah diriwayatkan oleh Qatadah dan lain-lainnya, dari Sa'id ibnul Musayyab, dari Salman secara pendapat jumhur ulama, mereka mendahulukan hadis Addi atas hadis ini, dan mereka menganggap daif hadis Abu Sa'labah dan sebagian ulama ada yang mengulasnya, jika anjing pemburu memakan hewan buruannya sesudah lama menunggu tuannya dan ternyata masih belum datang juga, lalu ia memakannya karena lapar dan faktor lainnya, maka hewan buruan tersebut hukumnya tidak mengapa halal, demikianlah rinciannya secara panjang lebar. Karena dalam keadaan seperti itu tidak dikhawatirkan bahwa anjing tersebut menangkap hewan buruannya hanya untuk dirinya sendiri. Lain halnya jika anjing pemburu memakannya begitu dia menangkap hewan buruannya, dalam keadaan seperti ini tampak jelas bahwa dia menangkap hewan buruan itu untuk dirinya burung-burung pemangsa —menurut nas Imam Syafii— sama hukumnya dengan anjing pemburu. Dengan kata lain. haram hukumnya bila ia memakannya, menurut jumhur ulama, dan tidak haram, menurut ulama dari kalangan teman kami memilih pendapat yang mengatakan tidak haram memakan hasil buruan burung pemangsa yang telah dimakan sebagiannya oleh burung yang memangsanya dan hewan pemburu lainnya. Pendapat ini dikatakan oleh mazhab Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad. Mereka mengatakan bahwa dikatakan demikian karena tidak mungkin mengajari burung pemangsa seperti mengajari anjing pemburu, misalnya memakai sarana pemukul dan sarana lainnya yang digunakan untuk mengajari anjing. Lagi pula burung pemangsa yang dijadikan hewan pemburu tidak mengetahui melainkan dia memakan sebagian dari binatang buruannya, karena itu keadaannya dimaafkan. Nas yang ada hanyalah menyebutkan rincian tentang anjing pemburu, bukan burung Abu Ali mengatakan di dalam kitab Ifsah-nya, jika kita katakan haram memakan hewan buruan yang telah dimakan oleh anjing pemburu sebagiannya, maka dalam masalah hewan buruan yang dimakan oleh burung pemburu ada dua pendapat. Tetapi Abut Tayyib Al-Qadi menolak adanya rincian dan urutan ini pada nas Imam Syafii yang menunjukkan adanya persamaan di antara dimaksud dengan mutaraddiyah ialah hewan yang jatuh dari ketinggian atau tempat yang tinggi, lalu mati, hukumnya tidak ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa mutaraddiyah ialah hewan yang jatuh dari atas mengatakan bahwa mutaraddiyah ialah hewan yang jatuh ke dalam mengatakan bahwa mutaraddiyah ialah hewan yang jatuh dari bukit atau terperosok ke dalam sumur yang dalam, lalu artinya hewan yang mati karena ditanduk oleh hewan lainnya, maka hewan ini haram hukumnya, sekalipun terluka oleh tanduk dan darahnya keluar, sekalipun dari bagian ber-wazan fa'ilah. sedangkan maknanya maf'ulah,yakni hewan yang ditanduk. Bentuk lafaz ini kebanyakan di kalangan orang-orang Arab dalam pemakaiannya tidak memakai huruf ta ta-nis. mereka mengucapkannya 'ainun kahllun mata yang bercelak, kaffun khadibun tangan yang memakai pacar. Mereka tidak mengucapkannya kaffun khadibah, tidak pula 'ainun kahilah. Dalam lafaz ini sebagian kalangan ahli Nahwu mengatakan bahwa sesungguhnya pemakaian ta ta-nis dalam lafaz ini tiada lain karena dikategorikan ke dalam isim, sama halnya dengan perkataan mereka tariqa-tun tawilah jalan yang panjang.Sebagian lain dari kalangan ahli Nahwu mengatakan bahwa sesungguhnya pemakaian ta ta-nis dalam lafaz ini hanyalah untuk menunjukkan arti ta-nis sejak pemakaian semula, lain halnya dengan lafaz 'ainun kahilun dan kaffun khadibun, karena ta ta-nis telah dimengerti dari permulaan Allah Swt....dan yang diterkam binatang hewan yang diterkam oleh singa atau harimau atau macan tutul atau oleh serigala atau oleh anjing liar, lalu dimakan sebagiannya dan mati, maka hewan tersebut haram hukumnya, sekalipun telah mengalir darahnya, dan yang dilukai pada bagian penyembelihannya, hukumnya tetap tidak halal menurut orang-orang Jahiliah memakan lebihan dari apa yang dimangsa oleh binatang pemangsa, baik yang dimangsa itu kambing, atau unta atau sapi atau ternak lainnya. Kemudian Allah Swt. mengharamkan hal itu bagi kaum Allah Swt....kecuali yang sempat kalian menyembelihnya,Istisna dalam lafaz ayat ini kembali kepada apa yang mungkin pengembaliannya dari hal-hal yang telah ditetapkan menjadi penyebab kematiannya, lalu sempat ditanggulangi dengan menyembelihnya, sedangkan hewan yang dimaksud masih dalam keadaan hidup yang stabil. Tempat kembali dari istisna ini tiada lain hanyalah pada firman-Nyahewan yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk dan yang diterkam binatang ibnu AbuTalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya...Kecuali yang sempat kalian menyembelihnya., Yakni kecuali hewan-hewan tersebut yang kalian sempat menyembelihnya, sedangkan pada tubuhnya masih terdapat rohnya. Maka makanlah oleh kalian, karena hewan tersebut sama hukumnya dengan yang disembelih. Hal yang sama diriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair, Al-Hasan Al-Basri, dan Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Hafs ibnu Gayyas, telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Muhammad, dari ayahnya, dari Ali sehubungan dengan ayat ini, bahwa jika hewan yang dimaksud masih menggerak-gerakkan telinganya, atau menendang-nendang dengan kakinya atau matanya masih melirik-lirik saat kalian menyembelihnya, maka makanlah hewan Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Qasim, telah menceritakan kepada kami Al-Husain, telah menceritakan kepada kami Hasyim dan Abbad, keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hajjaj, dari Husain, dari Asy-Sya'bi, dari Al-Haris, dari Ali yang mengatakan, "Jika hewan yang dipukul, yang jatuh, dan yang ditanduk masih sempat disembelih dalam keadaan masih sempat menggerak-gerakkan kaki depan atau kaki belakangnya, maka makanlah hewan tersebut."Ibnu Wahb mengatakan bahwa Imam Malik pernah ditanya tentang kambing yang dirobek tubuhnya oleh binatang pemangsa hingga ususnya keluar. Imam Malik menjawab, "Menurut pendapatku, kambing tersebut tidak boleh disembelih, apakah manfaat penyembelihan dari kambing yang keadaannya sudah demikian?"Asyhab mengatakan bahwa Imam Malik pernah ditanya mengenai masalah dubuk yang menerkam domba dan mematahkan punggungnya, "Apakah domba itu boleh disembelih sebelum ia mati, lalu dimakan?"Hai orang-orang yang beriman, diharamkan bagi kalian memakan daging bangkai binatang yang mati dengan tidak disembelih, darah yang mengalir, daging babi, binatang yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah, binatang yang mati tercekik, binatang yang mati dipukul, binatang yang mati karena jatuh, binatang yang mati ditanduk oleh binatang lain, dan binatang yang mati dimakan binatang buas. Tetapi jika binatang itu masih hidup dan halal untuk dimakan, lalu kamu menyembelihnya, maka binatang itu halal. Allah mengharamkan kepada kalian binatang yang disembelih untuk mendekatkan diri kepada berhala, mengetahui sesuatu yang telah ditentukan di alam gaib dengan cara undian dengan melempar anak panah. Memakan makanan yang telah diharamkan Allah itu adalah dosa besar dan merupakan sikap tidak patuh kepada Allah. Mulai sekarang telah pupus harapan orang kafir untuk menghapus agama kalian. Maka, jangan khawatir mereka akan dapat menguasai kalian, dan jangan berani melanggar perintah-Ku. Hari ini Aku sempurnakan hukum-hukum agama, Aku sempurnakan nikmat-Ku kepada kalian dengan memberikan kejayaan dan menguatkan pendirian kalian, dan Aku jadikan Islam sebagai agama kalian. Barangsiapa terpaksa memakan makanan yang diharamkan Allah karena alasan lapar dan demi mempertahankan diri dari kematian, dengan tidak cenderung berbuat maksiat, maka sesungguhnya Allah akan mengampuni orang yang terpaksa atas makanan yang dimakannya demi mempertahankan hidup. Allah Maha Penyayang kepadanya dalam hal-hal lain yang dibolehkan1. 1 Kematian binatang dapat disebabkan oleh ketuaan, penyakit organik, parasit, atau karena terkena racun luar yang, dengan sendirinya, mengakibatkan daging binatang itu mengandung zat yang membahayakan pemakannya. Lebih dari itu, binatang yang mati bukan karena disembelih, darahnya akan mengalami pemacetan. Keadaan seperti itu dapat berlangsung lama dan sulit diketahui dengan pasti, sehingga dapat mengakibatkan disolusi dan kerusakan. Darah merupakan saluran yang mengandung seluruh zat metabolis asimilasi yang sebagiannya bermanfaat dan yang lain berbahaya. Zat yang membahayakan itu dapat merusak anggota tubuh yang dapat menghilangkan dan mengeluarkan racun yang ada dalam tubuh. Selain itu, di dalam darah juga terdapat racun yang dikeluarkan oleh hewan-hewan parasit dalam tubuh. Di antara hewan parasit yang hidup dalam tubuh manusia itu banyak yang melalui beberapa fase, ada yang panjang dan ada juga yang pendek. Karena alasan-alasan itulah, terutama, memakan darah diharamkan. Sedangkan babi merupakan binatang yang mudah terserang hewan parasit yang menyerang tubuh manusia seperti berbagai virus, sporadis, leptoseri dan protozoa, cacing pipih dan cacing gelang. Di antara parasit yang paling berbahaya adalah a. Hewan ciliata yang diberi nama antidium-colay yang dapat menyebabkan disentri plantidi yang ganasnya sama dengan disentri amuba. Sumber satu-satunya penyakit ini adalah babi. Penyakit ini hanya akan menyerang orang yang memelihara dan menyembelih serta menjual-beli danging babi. b. Gelendong hati dan usus yang berjangkit di negara-negara Timur Jauh, khususnya gelendong usus besar yang banyak menyebar di Cina, gelendong usus kecil yang banyak berjangkit di Bangladesh, Burma dan Asam, dan gelendong hati yang banyak tersebar di Cina, Jepang dan Korea. Nah, babi merupakan binatang yang banyak menyimpan parasit-parasit ini. Oleh karena itu, pembasmian penyakit yang diakibatkan oleh parasit-parasit ini tidak dapat dilakukan hanya pada manusia penderita, tetapi juga harus sampai kepada sumber asalnya babi. c. Cacing pita yang ada dalam tubuh babi. Sel telur cacing ini berpindah dari manusia kepada babi yang melahirkan cacing ganda dalam daging babi. Cacing itu kemudian berpindah lagi kepada manusia yang memakan daging babi dan cacing pita yang hidup dan berkembang di dalam usus. Pada dasarnya penyakit ini tidak begitu berbahaya, karena hampir sama dengan cacing pita yang terdapat dalam daging sapi. Tetapi cacing pita yang terdapat dalam daging babi sangat berbeda dengan cacing pita yang ada dalam daging sapi. Apabila sel telur cacing itu tertelan oleh manusia melalui tangannya yang kotor, atau melalui makanan yang kotor, atau apabila ia memotong bagian cacing yang mengandung telur, atau memotong telur cacing dari ususnya hingga telur itu pecah dan larvanya mengena bagian otot yang bersangkutan, maka hal itu kemungkinan besar menyebabkan kematian apabila menyerang otak, urat saraf, atau hati dan organ penting lainnya. Penyakit berbahaya seperti ini hampir tidak kita dapatkan di negara-negara Islam, karena Islam telah mengharamkan memakan daging babi. d. Cacing berbentuk spiral. Terjangkitnya seseorang dengan cacing spiral yang larvanya berceceran pada otot-ototnya akan menyebabkan penyakit yang sangat berbahaya, seperti rematik, sulit mengunyah dan bernafas serta menggerakkan mata, radang otak dan jaringan urat saraf serta radang selaput otak. Penyakit urat saraf dan otak yang menyebabkan keracunan, stress dan komplikasi. Jika seseorang terkena penyakit yang mematikan ini, ia akan meninggal dunia dalam jangka waktu antara empat sampai enam minggu. Dan babi adalah penyebab utamanya. Penyakit ini banyak menyebar di Eropa, Amerika Serikat dan Amerika Selatan. Sedangkan di dunia Islam, alhamdulillah, penyakit seperti ini tidak banyak berjangkit. Usaha untuk mencegah berjangkitnya penyakit ini dilakukan dengan cara memelihara babi secara sehat dan pengobatan secara medis terhadap daging babi. Tetapi itu semua tidak membuahkan hasil. Sebagai contoh, Amerika Serikat adalah salah satu dari tiga negara terbesar di dunia yang terjangkit penyakit ini, mencapai 16%. Jumlah ini sangat jauh dari yang sebenarnya. Di negara-negara bagian Amerika Serikat persentase berjangkitnya penyakit yang disebabkan oleh babi ini berkisar antara 5%-27%. Selain itu, lemak minyak babi sangat berbeda dengan minyak nabati dan lemak hewani lainnya. Oleh karena itu, kelayakan daging babi untuk digunakan sebagai bahan makanan sangat diragukan sebagian besar ahli. Hal ini dijelaskan oleh Prof. Ram, seorang ahli kimia dari Denmark yang memperoleh hadiah nobel, bahwa seseorang tidak boleh banyak mengkonsumsi minyak babi karena akan menyebabkan penyakit empedu dan menutupi salurannya, pengerasan urat nadi dan penyakit jantung. Perlu disebutkan di sini bahwa jumhûr mayoritas ahli hukum Islam mengartikan kata "lahm" sebagai 'daging', termasuk 'lemak'. Sedangkan soal hewan yang disembelih dengan tidak menyebut nama Allah, dan hewan yang yang disembelih dengan nama berhala, berkaitan dengan persoalan ibadah. Sedang hewan yang mati tercekik, terpukul, mati ditanduk dan diterkam binatang buas, mempunyai kedudukan hukum yang sama dengan bangkai, meskipun sebab kematiannya oleh Ibnu Mandah di dalam kitab ash-Shahaabah, dari Abdullah bin Jabalah bin Hibban bin Hajar, dari bapaknya, yang bersumber dari datuknya hibban bin Hajar bahwa ketika Hibban sedang menggodok daging bangkai, Rasulullah saw. ada bersamanya. Maka turunlah ayat ini al-Maaidah 3 yang mengharamkan bangkai. Seketika itu juga isi panci itu dibuang.
“Telah menceritakan kepada kami Al Hasan bin Ash Shabbah bahwa dia mendengar Ja'far bin 'Aun berkata; Telah menceritakan kepada kami Abu Al 'Umais, telah mengabarkan kepada kami Qais bin Muslim dari Thariq bin Syihab dari Umar bin Al Khaththab; Ada seorang laki-laki Yahudi berkata "Wahai Amirul Mu'minin, ada satu ayat dalam kitab kalian yang kalian baca, seandainya ayat itu diturunkan kepada kami Kaum Yahudi, tentulah kami jadikan hari diturunkannya ayat itu sebagai hari raya 'ied. Maka Umar bin Al Khaththab berkata "Ayat apakah itu?" Orang Yahudi itu berkata "Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kalian agama kalian, dan telah Ku-cukupkan kepada kalian nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagi kalian". QS. Al Maidah ayat 3. Maka Umar bin Al Khaththab menjawab "Kami tahu hari tersebut dan dimana tempat diturunkannya ayat tersebut kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, yaitu pada hari Jum'at ketika Beliau shallallahu 'alaihi wasallam berada di 'Arafah.” Ada yang meyakini bahwa hari jum’at merupakan perayaan paling besar didunia karena dilakukan oleh seluruh umat muslim didunia dengan serempak sesuai dengan waktu setempat. Selain dirayakan oleh seluruh umat muslim laki-laki, ritual ibadah “jum’atan” ini juga dilakukan setiap hari jum’ah, 4 kali satu bulan 48 kali satu tahun tanpa putus. Wajar jika ritual ibadah “jum’atan” dikatakan sebagai hari raya terbesar di dunia. Semoga kita bisa mengambil hikmah melalui ayat ini. Semoga bisa menambah keimanan kita terhadi seluruh muatan dalam ayat suci al Qur’an.
Surat Al Maidah ayat 3 adalah ayat tentang kesempurnaan Islam. Berikut ini arti, tafsir dan kandungan Surat Al Maidah ayat 3. Surat Al Maidah المائدة termasuk madaniyah. Imam Ahmad meriwayatkan, surat ini turun ketika Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sedang naik unta. Hampir saja paha unta itu patah karena begitu beratnya wahyu yang diterima Rasulullah. Ayat 3 ini merupakan ayat terakhir yang turun dalam masalah hukum. Sekaligus menegaskan kesempurnaan Islam. Setelahnya tidak turun ayat hukum lagi hingga Rasulullah shallallahu alaihi wasallam wafat. Daftar isiSurat Al Maidah Ayat 3 Beserta ArtinyaAsbabun Nuzul Surat Al Maidah Ayat 3Tafsir Surat Al Maidah Ayat 31. Larangan makam makanan haram2. Larangan mengundi nasib3. Keputusasaan orang-orang kafir4. Kesempurnaan Islam5. Hukum keterpaksaaanKandungan Surat Al Maidah Ayat 3 Surat Al Maidah Ayat 3 Beserta Artinya Berikut ini Surat Al Maidah Ayat 3 dan artinya dalam bahasa Indonesia حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَأَنْ تَسْتَقْسِمُوا بِالْأَزْلَامِ ذَلِكُمْ فِسْقٌ الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ دِينِكُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِإِثْمٍ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ ArtinyaDiharamkan bagimu memakan bangkai, darah, daging babi, daging hewan yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan diharamkan bagimu yang disembelih untuk berhala. Dan diharamkan juga mengundi nasib dengan anak panah, mengundi nasib dengan anak panah itu adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk mengalahkan agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Asbabun Nuzul Surat Al Maidah Ayat 3 Surat Al Maidah ayat 3 ini turun pada hari Arafah saat haji wada’ dan sesudahnya tidak turun lagi ayat mengenai halal dan haram. Asma binti Umais menceritakan, “Aku ikut haji bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dalam haji tersebut haji wada’. Ketika kami sedang berjalan, tiba-tiba Malaikat Jibril datang kepada beliau dengan membawa wahyu. Maka Rasulullah membungkuk di atas untanya. Unta itu hampir tidak kuat menopang diri Rasulullah karena beratnya wahyu yang sedang turun ….” Pernah seorang Yahudi berkata kepada Khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu anhu, “Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya engkau biasa membaca ayat dalam kitabmu, seandainya hal itu diturunkan kepada kami orang-orang Yahudi, niscaya kami akan menjadikan hari itu sebagai hari raya.” “Ayat apakah itu?” Orang Yahudi tersebut lantas membaca firman-Nya الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, Umar berkata, “Demi Allah, sesungguhnya aku benar-benar mengetahui ayat ini diturunkan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pada sore hari Arafah yang jatuh pada hari Jum’at.” Demikian jawaban cerdas Umar yang Yahudi itu sebelumnya tidak tahu. Sore hari Arafah artinya menjelang Idul Adha yang merupakan hari raya bagi kaum muslimin. Demikian pula hari Jum’at merupakan hari raya pekanan umat Islam. Baca juga Ayat Kursi Tafsir Surat Al Maidah ayat 3 disarikan dari Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Fi Zhilalil Quran, Tafsir Al Azhar, dan Tafsir Al Munir. Harapannya, agar bisa terhimpun banyak faedah yang kaya khazanah tetapi ringkas dan mudah dipahami. Kami memaparkannya menjadi beberapa poin dimulai dari redaksi ayat dan artinya. Kemudian diikuti dengan tafsirnya yang merupakan intisari dari tafsir-tafsir di atas. 1. Larangan makam makanan haram Poin pertama dari Surat Al Maidah ayat 3 adalah larangan memakan makanan haram. Apa saja makanan haram itu? حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ Diharamkan bagimu memakan bangkai, darah, daging babi, daging hewan yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan diharamkan bagimu yang disembelih untuk berhala. Yang pertama adalah al maitah الميته yang berarti bangkai. Yaitu hewan yang mati dengan sendirinya tanpa melalui penyembelihan maupun perburuan. Kecuali bangkai ikan dan belalang. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ فَالْحُوتُ وَالْجَرَادُ وَأَمَّا الدَّمَانِ فَالْكَبِدُ وَالطِّحَالُ Telah dihalalkan bagi kami dua bangkai dan dua darah. Dua bangkai itu adalah ikan dan belalang. Dua darah itu adalah hati dan limpa. HR. Ibnu Majah; shahih هُوَ الطَّهُورُ مَاؤُهُ الْحِل مَيْتَتُهُ Laut itu suci airnya dan halal bangkainya. HR. Abu Daud, An-Nasa’i, Tirmidzi, Ibnu Majah; shahih Yang kedua adalah ad dam الدم yaitu darah. Semua darah haram kecuali hati dan limpa sebagaimana hadits di atas. Ketiga, lahmul khinzir لحم الخنزير yaitu daging babi. Ibnu Katsir menjelaskan, babi haram bukan hanya dagingnya tetapi juga lemak, kulit, dan seluruhnya organnya. Keempat, binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Ibnu Katsir menjelaskan وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ yaitu hewan yang disembelih dengan menyebut selain Allah, hewan tersebut menjadi haram. Misalnya nama berhala atau taghut. Namun para ulama berbeda pendapat mengenai tidak membaca basmalah dengan sengaja atau lupa. Kelima, al munkhaniqah المنخنقة yaitu hewan yang tercekik. Baik disengaja dicekik maupun karena kecelakaan, misalnya tali pengikatnya mencekiknya karena ulahnya sendiri hingga ia mati. Keenam, al mauquudzah الموقوذة artinya hewan yang mati karena dipukul dengan benda berat yang tidak tajam. Ketujuh, al mutaraddiyah المتردية artinya hewan mati terjatuh. Misalnya jatuh dari atas bukit. Kedelapan, an nathiihah النطيحة artinya hewan yang mati karena ditanduk hewan lainnya. Kesembilan, hewan yang mati karena diterkam binatang buas seperti singa, harimau, serigala atau anjing liar. Kecuali jika hewan yang diterkan itu masih hidup dan sempat disembelih, ia menjadi halal. Ini juga berlaku untuk al munkhaniqah, al mauquudzah, al mutaraddiyah, dan an nathiihah. Jika mereka masih hidup dan sempat disembelih, menjadi halal. Kesepuluh, binatang yang disembelih untuk berhala. Misalnya binatang yang dijadikan qurban untuk berhala, jin, dan sejenisnya. Baca juga Surat Al Waqiah 2. Larangan mengundi nasib Poin kedua dari Surat Al Maidah ayat 3 adalah larangan mengundi nasib dengan anak panah. وَأَنْ تَسْتَقْسِمُوا بِالْأَزْلَامِ ذَلِكُمْ فِسْقٌ Dan diharamkan juga mengundi nasib dengan anak panah, mengundi nasib dengan anak panah itu adalah kefasikan. Azlam أزلام adalah bentuk jamak dari zulam yang artinya anak panah. Dulu di masa jahiliyah, orang-orang Arab sering melakukannya. Azlam merupakan tiga buah anak panah. Satu anak panah bertuliskan “lakukanlah.” Anak panah kedua bertuliskan “jangan lakukan.” Dan anak panah ketiga tidak bertuliskan apa pun. Tiga anak panah itu lalu dikoco. Jika keluar anak panah “lakukanlah” maka ia harus mengerjakan apa yang ia maksud tersebut. Jika yang keluar adalah anak panah bertuliskan “jangan lakukan” maka ia tidak boleh mengerjakan apa yang ia maksud. Dan jika yang keluar adalah anak panah yang tidak bertuliskan apa pun, ia harus mengulangi undiannya. Berdasarkan ayat ini, haram pula mengundi nasib dengan dadu dan alat yang semisal. Karena secara esensi semua itu termasuk azlam yang merupakan kefasikan. Syaikh Wahbah Az Zuhaili menjelaskan dalam Tafsir Al Munir, semua keharaman yang disebutkan sejak awal ayat ini adalah kefasikan. Islam melarang mengundi nasib dengan anak panah dan segala sarana semacamnya. Apabila seorang muslim bimbang dalam suatu urusan atau ragu-ragu hendak memilih yang mana, ragu-ragu mau mengerjakan sesuatu atau tidak, Islam mensyariatkan shalat istikharah. 3. Keputusasaan orang-orang kafir Poin ketiga dari Surat Al Maidah ayat 3 adalah keputusasaan orang-orang kafir dan bagaimana orang beriman menghadapi mereka. الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ دِينِكُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk mengalahkan agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Ayat ini turun saat haji wada’. Saat itu umat Islam telah meraih kemenangan demi kemenangan yang gemilang. Makkah telah futuh, bahkan Romawi pun takut berhadapan dengan kaum muslimin pada Perang Tabuk. Tidak ada kekuatan di jazirah Arab yang berani berhadapan dengan kekuatan Islam. Orang-orang kafir yang tadinya ingin mengalahkan Islam, mereka telah putus asa. “Mereka telah putus asa untuk dapat membatalkan, mengurangi, atau mengubah Islam. Allah telah menetapkan kesempurnaan untuknya, dan mencatat keabadian baginya,” kata Sayyid Qutb dalam Tafsir Fi Zhilalil Qur’an. “Kadang-kadang mereka dapat mengalahkan kaum muslimin dalam suatu peperangan atau suatu waktu, tetapi mereka tidak akan dapat mengalahkan Islam.” Karenanya, jangan takut kepada orang-orang kafir. Hanya takutlah kepada Allah Azza wa Jalla. Baca juga Surat Al Kafirun 4. Kesempurnaan Islam Poin keempat dari Surat Al Maidah ayat 3 adalah kesempurnaan Islam. الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Inilah nikmat terbesar. Allah menyempurnakan agama Islam. Agama yang sempurna tidak butuh agama lainnya. Agama yang Allah ridhai sedangkan agama-agama yang lain tidak mendapat ridha-Nya. Maka terimalah Islam sebagai agama karena sesungguhnya Islam adalah agama yang Allah sukai dan Allah ridhai. Setelah turunnya ayat kesempurnaan Islam ini, sudah tidak ada lagi ayat tentang halal haram yang turun. Karenanya Surat Al Maidah ayat 3 ini dikenal sebagai ayat terakhir yang turun tentang halal haram. Buya Hamka dalam Tafsir Al Azhar menjelaskan, sempurnanya Islam di sini adalah secara keseluruhan. Baik berkenaan dengan tuntunan aqidah, cara beribadah, menegakkan syariat, muamalat, hingga munakahat. Karenanya Umar menangis ketika ayat ini turun. Sebab ia menyadari bahwa tugas Rasulullah telah selesai dan telah dekat masanya beliau dipanggil oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan benar, 82 hari kemudian Rasulullah wafat. Ayat ini demikian luar biasa hingga orang Yahudi mengatakan seandainya ayat ini turun kepada mereka, hari turunnya ayat ini akan dijadikan sebagai hari raya. Mereka tidak tahu, bahwa hari turunnya ayat ini memang telah menjadi hari raya. Ayat ini turun pada hari Jumat, sore hari Arafah. Hari Arafah merupakan rangkaian hari raya idul adha. Hari Jumat juga merupakan hari raya pekanan bagi umat Islam. Baca juga Surat Al Falaq 5. Hukum keterpaksaaan Poin kelima dari Surat Al Maidah ayat 3 adalah hukum keterpaksaan. فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِإِثْمٍ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Haramnya kesepuluh makanan di atas, dikecualikan bagi orang-orang yang terpaksa. Yakni dalam kondisi darurat yang hanya bisa mendapatkan makanan itu misalnya bangkai. Yang jika ia tidak memakannya ia bisa meninggal. Maka dalam kondisi seperti itu, ia tidak berdosa memakan sekadar untuk bertahan hidup. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Baca juga Isi Kandungan Surat Al Maidah Ayat 3 Kandungan Surat Al Maidah Ayat 3 Berikut ini adalah isi kandungan Surat Al Maidah ayat 3 Pengharaman hewan yang disembelih atas nama selain hewan yang mati hewan yang mati terpukul benda hewan yang mati hewan yang mati tertanduk binatang hewan yang disembelih untuk yang tercekik, terpukul, terjatuh, dan tertanduk bisa halal jika masih hidup dan sempat mengundi nasib dengan anak panah maupun metode yang dilarang oleh Allah adalah kafir telah berputus asa untuk mengalahkan kaum boleh takut kepada orang-orang untuk takut dan taqwa kepada Allah telah menyempurnakan agama-Nya, maka Islam adalah agama yang terbesar adalah nikmat adalah agama yang Allah ridhai. Selain Islam, Allah tidak memberikan keringanan bagi orang-orang yang dalam kondisi darurat untuk memakan makanan haram yang jika tidak dilakukannya bisa mengakibatkan Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Baca juga Ali Imran 190-191 Demikian Surat Al Maidah ayat 3 mulai dari tulisan Arab dan terjemah dalam bahasa Indonesia, tafsir dan isi kandungan maknanya. Semoga bermanfaat dan membuat kita menjauhi apa yang Allah haramkan serta membuat kita semakin bangga dan mencintai Islam. Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]
asbabun nuzul al maidah ayat 3